5 Alasan Media Sosisal Menjadi Ladang Provokasi
Sore sahabat blogger, melihat rame nya isu-isu yang ada akhir-akhir ini, kalau kita prhatikan lebih jauh sepertinya yang berantem di media sosial lebih rame daripada di kehidupan nyata. Di kehidupan nyata jika kamu bertemu dengan yang tidak sepaham biasanya tidak sampai menimbulkan keributan, paling diem-diem saja. Akan tetapi kalau di dunia internet seperti di media sosial, keributannya sangat heboh sekali, berbagai bahasa kata-kata kotor pun kerap di lontarkan bahkan ancaman sekalipun. Penomena ini bukan hanya terjadi di indonesia saja, di negara lain pun sama seperti ini.
Apa yang menyebabkan orang-orang lebih geram di media sosial? berikut akan di jabarkan alasan-alasannya:
1. Anonim
Anonimitas artinya tanpa identitas yang jelas. Saat seseorang bisa memperoleh identitas yang tidak jelas, maka orang itu akan lebih bebas bicara atau menyebarkan apapun tanpa takut ketahuan. Mau berbuat kasar atau menyebar fitnah pun orang tersebut sudah merasa kebal dan tidak bakal ada yang mencari. Sekarang sudah ada UU ITE, akan tetapi tidak semua orang pelaku penyebar fitnah dan provokasi bisa ditangkap. Apalagi jika yang benar-benar modal dan tahu sedikit teknologi. Pihak kepolisian juga tidak akan ada waktu buat nangkap semuanya, dan kalau tertangkappun akan sangat sulit untuk pembuktiannya.
2. Pendukung yang juga Anonim
Karena sama-sama anonim, gampang bagi seseorang untuk mendukung orang yang menurutnya sepaham. Pihak sebelahpun melakukan hal yang sama. Jadi semuanya bertarung dengan identitas yang sama-sama tidak jelas untuk memperjuangkan isu tertentu. Misalnya di lingkungan kantor, saya sebenarnya dukung tokoh A, tapi teman satu kantor dukung tokoh B. Maka sulit bagi saya untuk mengekspresikan perbedaan karena takut dimusuhi. Akan tetapi di dunia maya atau media sosial, saya bisa menggunakan identitas lain untuk mendukung si tokoh B. Bahkan di mediasosial saya bisa membuat grup atau komunitas untuk mendukung tokoh tersebut tanpa ketahuan siapa saya sebenarnya/
3. jangkauan Luas dan Mudah
Media sosial mempunyai daya jangkau yang luas, tinggal klik retweet atau share, artikel fitnah atau provokasi bisa menjangkau ratusan orang. Bahkan kalau booming skala jangkaunya bisa ke tingkat nasional. Bandingkan kalau kita teriak-teriak demo, belum tentu juga ada yang mendengarkan. Kemudian juga menjadi alasan media sosial menjadi ladang subur menyebarkan fitnah. Membuat dan menyebarkan artikel fitnah tidak perlu lewat editorial atau sensor. Sedangkan kalau kita mau mengungkapkan pemikiran lewat artikel di koran dan majalah, prosesnya lama dan pastinya di edit.
4. Resikonya Kecil
Jadi jagoan di media sosial resikonya bisa dibilang kecil. Tidak berantem beneran juga. Reputasi asli juga. Aman. Mungkin ini yang menjadi tawuran sudah tidak se ngetren di jaman 90an. Turun ke jalan bocor kepala kena batu. Maki-maki orang di internet bisa sambil santai duduk di ruangan AC atau kafe tertentu. Paling juga kena banned, tetapi bisa bikin akun lagi. dan kalo tidak bodo-bodo amat, ya tidak bakalan di tangkap polisi (sekali lagi polisi kurang kerjan nangkepin yang share fitnah di whatsapp, facebook, twitter)
5. Biayanya murah, Bahkan bisa dapet uang
Biaya yang dikeluarkan untuk jadi seorang provokator di dunia maya bisa dikatakan murah. Modal quota saja sudah bisa memuaskan hasyrat menyebarkan fitnah atau memaki-maki kelompok tertentu. dan satu hal lagi yang agak-agak gimana gitu, jika sobat punya reputasi yang baik sebagai pembuat konten fitnah dalam artian sobat punya dukungan dan follower yang banyak, bisa jadi ada kelompok orang tertentu yang akan bayar sobat untuk membuat konten sejenis.
Yang sebaiknya kita lakukan
Media sosial itu sama seperti benda-benda lainnya, media sosial hanya sebagai alat. Memang bisa dipakai untuk menjadi ladang provokasi dan fitnah. Tetapi sebaiknya media sosial juga bisa digunakan untuk menyebarkan hal-hal yang baik. Coba bayangkan kalau semua pengguna media sosial menyebarkan hal yang baik, pasti saat sobat buka facebook, kaskus, twitter, isinya semua positif, tidak ada yang namanya ribut-ribut
Tanggung jawab pengguna media sosial ada di tangan kita masing-masing. Hati-hati jangan sampai karena 1 video atau 1 postingan yang tidak jelas kebenarannya menjadi menghasut orang untuk melakukan perpecahan.
Sumber: Kaskus
Apa yang menyebabkan orang-orang lebih geram di media sosial? berikut akan di jabarkan alasan-alasannya:
1. Anonim
Anonimitas artinya tanpa identitas yang jelas. Saat seseorang bisa memperoleh identitas yang tidak jelas, maka orang itu akan lebih bebas bicara atau menyebarkan apapun tanpa takut ketahuan. Mau berbuat kasar atau menyebar fitnah pun orang tersebut sudah merasa kebal dan tidak bakal ada yang mencari. Sekarang sudah ada UU ITE, akan tetapi tidak semua orang pelaku penyebar fitnah dan provokasi bisa ditangkap. Apalagi jika yang benar-benar modal dan tahu sedikit teknologi. Pihak kepolisian juga tidak akan ada waktu buat nangkap semuanya, dan kalau tertangkappun akan sangat sulit untuk pembuktiannya.
2. Pendukung yang juga Anonim
Karena sama-sama anonim, gampang bagi seseorang untuk mendukung orang yang menurutnya sepaham. Pihak sebelahpun melakukan hal yang sama. Jadi semuanya bertarung dengan identitas yang sama-sama tidak jelas untuk memperjuangkan isu tertentu. Misalnya di lingkungan kantor, saya sebenarnya dukung tokoh A, tapi teman satu kantor dukung tokoh B. Maka sulit bagi saya untuk mengekspresikan perbedaan karena takut dimusuhi. Akan tetapi di dunia maya atau media sosial, saya bisa menggunakan identitas lain untuk mendukung si tokoh B. Bahkan di mediasosial saya bisa membuat grup atau komunitas untuk mendukung tokoh tersebut tanpa ketahuan siapa saya sebenarnya/
3. jangkauan Luas dan Mudah
Media sosial mempunyai daya jangkau yang luas, tinggal klik retweet atau share, artikel fitnah atau provokasi bisa menjangkau ratusan orang. Bahkan kalau booming skala jangkaunya bisa ke tingkat nasional. Bandingkan kalau kita teriak-teriak demo, belum tentu juga ada yang mendengarkan. Kemudian juga menjadi alasan media sosial menjadi ladang subur menyebarkan fitnah. Membuat dan menyebarkan artikel fitnah tidak perlu lewat editorial atau sensor. Sedangkan kalau kita mau mengungkapkan pemikiran lewat artikel di koran dan majalah, prosesnya lama dan pastinya di edit.
4. Resikonya Kecil
Jadi jagoan di media sosial resikonya bisa dibilang kecil. Tidak berantem beneran juga. Reputasi asli juga. Aman. Mungkin ini yang menjadi tawuran sudah tidak se ngetren di jaman 90an. Turun ke jalan bocor kepala kena batu. Maki-maki orang di internet bisa sambil santai duduk di ruangan AC atau kafe tertentu. Paling juga kena banned, tetapi bisa bikin akun lagi. dan kalo tidak bodo-bodo amat, ya tidak bakalan di tangkap polisi (sekali lagi polisi kurang kerjan nangkepin yang share fitnah di whatsapp, facebook, twitter)
5. Biayanya murah, Bahkan bisa dapet uang
Biaya yang dikeluarkan untuk jadi seorang provokator di dunia maya bisa dikatakan murah. Modal quota saja sudah bisa memuaskan hasyrat menyebarkan fitnah atau memaki-maki kelompok tertentu. dan satu hal lagi yang agak-agak gimana gitu, jika sobat punya reputasi yang baik sebagai pembuat konten fitnah dalam artian sobat punya dukungan dan follower yang banyak, bisa jadi ada kelompok orang tertentu yang akan bayar sobat untuk membuat konten sejenis.
Yang sebaiknya kita lakukan
Media sosial itu sama seperti benda-benda lainnya, media sosial hanya sebagai alat. Memang bisa dipakai untuk menjadi ladang provokasi dan fitnah. Tetapi sebaiknya media sosial juga bisa digunakan untuk menyebarkan hal-hal yang baik. Coba bayangkan kalau semua pengguna media sosial menyebarkan hal yang baik, pasti saat sobat buka facebook, kaskus, twitter, isinya semua positif, tidak ada yang namanya ribut-ribut
Tanggung jawab pengguna media sosial ada di tangan kita masing-masing. Hati-hati jangan sampai karena 1 video atau 1 postingan yang tidak jelas kebenarannya menjadi menghasut orang untuk melakukan perpecahan.
Sumber: Kaskus
0 Response to "5 Alasan Media Sosisal Menjadi Ladang Provokasi"
Post a Comment